Rabu, 12 September 2012

struktur majemuk masyarakat indonesia


STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA
Masyarakat majemuk adalah suatu keadaan masyarakat yang terdiri dari berbagai kepentingan dan kebudayaan yang berbeda – beda yang melebur dan membentuk satu kesatuan yang mempunyai tujuan dan cita – cita yang sama. Berdasarkan pengertian tersebut pengertian tersebut masyarakat majemuk dibedakan atas tiga kategori yaitu :
Ø  Kemajemukan sturuktural, dominasi politik dipegang oleh suatu kelompok tertentu.
Ø  Kemajemukan sosial, suatu keadaan dimana hak dan kewajiban tersebar secara merata diantara kelompok sosial yang ada.
Ø  Kemajemukan budaya, seluruh warga masyarakat merupan bagian dari publik tanpa memperhatikan identifikasi yang ideal maupun yang nyata.

Pierre L. van den Berghe menyebutkan beberapa karakteristik masyarakat majemuk, sebagai berikut:
  1. terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang seringkali memiliki subkebudayaan yang berbeda satu sama lain,
  2. memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non komplementer,
  3. kurang mampu mengembangkan konsensus di antara para anggota-anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar,
  4. secara relatif sering kali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain,
  5. secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi, serta
  6. adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik, yaitu :
1. Horizontal
Ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan social berdasarkan perbedaan suku-bangsa, perbedaan agama, adat serta perbedaan - perbedaan kedaerahan.
2. Vertical
Struktur masyarakat Indonesia ditandai adanya perbedaan - perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah ( stratifikasi social ) yang cukup dalam.

gambaran masyarakat Indonesia pada zaman Hindia-Belanda yaitu :
Ø  Dalam kehidupan politik , tidak adanya kehendak bersama (common will).
Ø  Hal tersebut berdampak pada kehidupan ekonomi yang tidak ada permintaan social yang di hayati oleh masyarakat ( Common Social Demand )
Ø  Hal itu menjadikan perbedaan karakter pada masyarakat yang homogeneous yaitu ekonomi majemuk ( plural Economy ) dan ekonomi tunggal ( Unitary Economy ).
Sifat – sifat masyarakat mejemuk menurut Pierre L.Van den Berghe :
1. Adanya segmentasi dalam kelompok – kelompok dengan kebudayaan yang berbeda.
2. Strukur sosialnya terbagi kedalam lembaga yang non komplementer.
3. Konsensus antar anggota kurang dikembangkan.
4. Sering timbul konflik.
5. Integrasinya tidak secara sukarela tetapi dengan paksaan.
6. Adanya dominasi politik
Faktor yang menyebabkan kemajemukan di Indonesia :
1). Keadaan/faktor geografis yang membagi Indonesia menjadi negara yang berpulau-pulau dengan keanekaragaman tiap daerah masing – masing yang berbeda.
2). Indonesia yang terletak antara samudra Indonesia dan samudra pasifik. Karena letaknya yang strategis sehingga banyak orang asing yang singgah dan membawa pengaruh (agama, kebudayaan) bagi Indonesia.

SISTIM LINGKARAN HUKUM ADAT MENURUT VAN VOLLENHOVEN
  • Menurut Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu pihak mempunyai sanksi (hukum) dan dipihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (adat).
Van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam disebutnya sebagai “rechtskring“. Setiap lingkungan hukum adat tersebut dibagi lagi dalam beberapa bagian yang disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw). Lingkungan hukum adat tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
  2. Tanah Gayo, Alas dan Batak
Ø  Tanah Gayo (Gayo lueus)
Ø  Tanah Alas
Ø  Tanah Batak (Tapanuli)
a.       Tapanuli Utara
·         Batak Pakpak (Barus),
·         Batak karo,
·         Batak Simelungun,
·         Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
b.      Tapanuli Selatan;
·         Padang Lawas (Tano Sepanjang)
·         Angkola
·          Mandailing (Sayurmatinggi)

  1. Nias (Nias Selatan)
  2. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah Kampar, Kerinci)
  3. Mentawai (Orang Pagai)
  4. Sumatera Selatan
·         Bengkulu (Renjang)
·         Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang Bawang)
·         Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
·         Jambi (Orang Rimba, Batin, dan Penghulu)
·         Enggano
  1. Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)
  2. Bangka dan Belitung
  3. kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan)
  4. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo)
  5. Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
  6. Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna)
  7. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Tobelo, Kep. Sula)
  8. Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar)
  9. Irian
  10. Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
  11. Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa)
  12. Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
  13. Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
  14. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)
Untuk pembagian Lingkungan Hukum Adat menurut Van Vollen Hoven tersebut jika dihubungkan atau dikaitkan dengan keadaan sekarang ini sudah tidak relevan lagi karena pada saat ini lingkungan hukum adat tersebut sudah tidak murni lagi. Hukum adat akan tetap berlaku jika masih di taati oleh masyarakat adat tersebut, jika tidak ada yang mentaati maka hukum adat tersebut tidak menjadi hukum lagi dan lama-lama akan hilang. Sedangkan pada saat ini lingkungan hukum adat sudah mulai pudar dengan adanya modernisasi atau semakin berkembangnya pola masyarakat yang ada sehingga mereka lebih condong untuk menggunakan hukum nasional. Tetapi lingkungan hukum adat yang ada tidak serta merta di hapuskan karena di dalam UUD 1945 hukum adat tetap diakui sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Hukum adat sekarang lebih dianggap sebagai budaya pluralis atau kekayaan budaya Indonesia yang terkenal dengan beragam suku bangsa tetapi tetap satu berasaskan nasionalisme. Tetapi dalam kasus-kasus tertentu kita juga bisa menggunakan hukum adat sebagai salah satu cara penyelesaian yang di dalam hukum adat lebih mengutamakan asas musyawarah. Hukum adat di Indonesia masih banyak berlaku di daerah-daerah tertentu yang disebutkan oleh Van Vollen Hoven tersebut masih sangat di taati, tetapi untuk generasi mudanya yang mulai banyak mengenyam pendidikan dan mulai berpikir realistis maka bisa ada kemungkinan bahwa hukum adat lama kelamaan akan hilang atau tidak berlaku lagi. Pemerintah sebaiknya memberikan perlindungan terhadap hukum adat tersebut supaya hukum adat tersebut tetap ada, karena kadang – kadang masyarakat lebih mengatakan bahwa hukum adat adalah cara-cara yang baik untuk penyelesaian sebuah perkara atau permasalahan. Pada masyarakat adat cenderung lebih memikirkan tentang kebutuhan social yang selalu mendahulukan kepentingan bersama, adanya asas gotong royong, musyawarah untuk mencapai kesepakatan. Memang kelihatannya dengan pembagian lingkungan hukum adat diatas seolah-olah bahwa hukum di Indonesia terkotak-kotak, padahal memang seperti itu lah Indonesia yang mengadopsi beberapa hukum, seperti hukum Eropa Kontinental, Anglo America dan Hukum Adat sebagai hukum asli orang Indonesia. Bangsa Indonesia mempunyai banyak suku, budaya dan kebiasaan yang menjadi kekayaan Indonesia, tetapi kadang-kadang kita melihat bahwa apa yang kita punya tidak kita jaga atau dilestarikan sebagaimana mestinya sehingga budaya kita diakui oleh Negara lain.
Maka hukum adat harus tetap dipertahankan sepanjang tidak bertentangan dengan Undang undang, kesusilaan dan ketertiban umum, karena hukum adat merupakan salah satu sumber hukum nasional kita. Kalau bisa harus di buatkan undang undang yang mengatur tentang pemberlakukan hukum adat di wilayah dimana hukum adat itu berlaku. Tidak bisa di pungkiri bahwa di Indonesia masih banyak orang – orang yang menggunakan hukum adat dalam penyelesaian masalah, terutama masyakat pedesaan. Untuk hukum adat, kebiasaan dan budaya Indonesia tolong di terapkan kepada jiwa-jiwa anak bangsa dari kecil supaya mereka yang belajar mulai saat kecil tersebut tumbuh rasa cinta terhadap tanah air yang penuh dengan kekayaan adat dan budaya yang ada.


1 komentar: